Senin, 18 Juni 2012

PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN KOPERASI INDONESIA


       PENGERTIAN
        Perlindungan konsumen adalah perangkat hukum yang diciptakan untuk melindungi dan terpenuhinya hak konsumen. Sebagai contoh, para penjual diwajibkan menunjukkan tanda harga sebagai tanda pemberitahuan kepada konsumen.

       ASAS DAN TUJUAN
Perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan lima asas,yaitu :

1. ASAS
     Asas manfaat
    segala upaya dalam menyelenggarakan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.

     Asas keadilan   
   memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.

     Asas keseimbangan
    memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil maupun spiritual.

Asas keamanan dan keselamatan konsumen
      untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselematan pada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.

Asas kepastian hukum
  baik pelaku maupun konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen serta negara menjamin kepastian hukum.

    2. TUJUAN
Menurut Pasal 3 tentang Perlindungan konsumen, bertujuan:

     1. meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;
     2. mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa
    3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen
    4. menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi
   5. menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha
 6. meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.



        UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Republik Indonesia menjelaskan bahwa hak konsumen diantaranya adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan atau jasa; hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian, apabila barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; dan sebagainya.

Di Indonesia, dasar hukum yang menjadikan seorang konsumen dapat mengajukan perlindungan adalah:

Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27 , dan Pasal 33.
Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia No. 3821
Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Usaha Tidak Sehat.
Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesian Sengketa
Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen
Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001 Tentang Penangan pengaduan konsumen yang ditujukan kepada Seluruh dinas Indag Prop/Kab/Kota
Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 795 /DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen




HAK DAN KEWAJIBAN KONSUMEN

Berdasarkan pasal 4 dan 5 undang-undang nomor 8 tahun 1999,hakdan kewajiban konsumen antara lain sebagai berikut.

    1. hak konsumen
       a. hak atas kenyamanan,keamanaan,dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan atau jasa.
      b. Hak untuk memilih barang atau jasa serta mendapatkan barang atau jasa.
      c. Hak atas informasi yang benar,jelas dan jujur mengenai barang dan jasa
      d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan jasa yang digunakan
     e. Hak untuk mendapatkan advokasi perlindungan konsumen dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan secara patut
     f. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen
     g. Hak untuk diperlakukan secara benar dan jujur.
     h. Hak untuk mendapatkan konpensasi,gantirugi atau penggantin apabila barang atau jasa yang diterima tidak sesuai.
    i. Hak-hak yang diatur dalam peratuiran perundang-undangan lainnya.

  2. kewajiban konsumen
       a. Membaca,mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian
      b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang atau jasa.
      c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati
     d. Mengikuti upaya penyesuaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut

HAK DAN KEWAJIBAN PELAKU USAHA

Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
     pelaku usaha juga memiliki hak dan kewajiban. Hak pelaku usaha sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UUPK adalah:
   1.hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
   2.hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik.
   3.hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen.
kewajiban pelaku usaha menurut ketentuan Pasal 7 UUPK adalah:
   1.
beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.
   2.memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan.
   3.memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
   4.menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku.
   5.memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan.
6.memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.

PERBUATAN YANG DI LARANG BAGI PELAKU USAHA
  perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha yaitu :
1. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa yang :
                 a.Tidak sesuai dengan :
                  – standar yang dipersyaratkan.
                  - peraturan yang berlaku.
                - ukuran, takaran, timbangan dan jumlah yang sebenarnya.
              b.Tidak sesuai dengan pernyataan dalam label, etiket dan keterangan lain mengenai barang dan/atau jasa yang menyangkut :
             – berat bersih.
            - isi bersih dan jumlah dalam hitungan.
            - mutu, tingkatan, komposisi.
           - proses pengolahan.
          - gaya, mode atau penggunaan tertentu.
           - janji yang diberikan.
          c.Tidak mencantumkan :
           - tanggal kadaluarsa/jangka waktu penggunaan/ pemanfaatan paling baik atas barang tertentu;
             - informasi dan petunjuk penggunaan dalam bahasa indonesia sesuai dengan ketentuan yang berlaku
       d.Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal sebagaimana pernyataan “halal” yang dicantumkan dalam label
       e.Tidak memasang label/membuat penjelasan yang memuat:
                - Nama barang.
                - Ukuran, berat/isi bersih, komposisi.
              - Tanggal pembuatan.
             - Aturan pakai.
           - Akibat sampingan.
             - Nama dan alamat pelaku usaha.
           - Keterangan penggunaan lain yang menurut ketentuan harus dipasang atau dibuat
    f.Rusak, cacat atau bekas dan tercemar (terutama sediaan Farmasi dan Pangan), tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar.

2. Dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan barang dan/atau jasa :
       a.Secara tidak benar dan/atau seolah-olah barang tersebut :
        - Telah memenuhi standar mutu tertentu, potongan harga/harga khusus, gaya/mode tertentu, sejarah atau guna tertentu.
     b.Secara tidak benar dan seolah-olah barang dan/atau jasa tersebut :
      - Telah mendapatkan/memiliki sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciri-ciri kerja atau aksesoris tertentu.
      - Dibuat perusahaan yangmempunyai sponsor, persetujuan/afiliasi.
       c.Langsung/tidak langsung merendahkan barang dan/atau jasa lain.
      d.Menggunakan kata-kata berlebihan, secara aman, tidak berbahaya, tidak mengandung resiko/efek  samping tanpa keterangan lengkap.
       e.Menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.

3. Dalam menawarkan barang dan/atau jasa untuk diperdagangkan dilarang mempromosikan,mengiklankan atau membuat pernyataan tidak benar atau menyesatkan mengenai :
a.Harga/tarifdan potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan.
b.Kondisi, tanggungan, jaminan, hak/ganti rugi atas barang dan/atau jasa.
c.Kegunaan dan bahaya penggunaan barang dan/aatau jasa.

4. Dalam menawarkan barang dan/atau jasa untuk diperdagangkan dengan memberikan hadiah dengan cara undian dilarang :
a.Tidak melakukan penarikan hadiah setelah batas waktu dijanjikan.
b.Mengumumkan hasilnya tidak melalui media massa.
c.Memberikan hadiah tidak sesuai janji dan/atau menggantikannya dengan hadiah yang tidak setara dengan nilai hadiah yang dijanjikan.

5.Dalam menawarkan barang dan/atau jasa, dilarang melakukan cara pemaksaan atau cara lain yang dapat menimbulkan gangguan kepada konsumen baik secara fisik maupun psikis.

6.Dalam hal penjualan melalui obral atau lelang, dilarang menyesatkan dan mengelabui konsumen dengan :
      a.Menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah memenuhi standar mutu tertentu dan tidak mengandung cacat tersembunyi.
      b.Tidak berniat menjual barang yang ditawarkan,melainkan untuk menjual barang lain.
      c.Tidak menyediaakan barang dan/atau jasa dalam jumlah tertentu/cukup dengan maksud menjual barang lain.
     d.Menaikkan harga sebelum melakukan obral.



KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN

      Klausula baku adalah setiap syarat dan ketentuan yang telah disiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pengusaha yang dituangkan dalam suatu dokumen atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen. Memang klausula baku potensial merugikan konsumen karena tak memiliki pilihan selain menerimanya. Namun di sisi lain, harus diakui pula klausula baku sangat membantu kelancaran perdagangan. Sulit membayangkan jika dalam banyak perjanjian atau kontrak sehari-hari kita selalu harus mernegosiasikan syarat dan ketentuannya.
    Di dalam Pasal 18 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, pelaku usaha dalam menawarkan barang dan atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan atau perjanjian, antara lain :
1. Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha ;
2. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen ;
3. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan atau jasa yang dibeli konsumen ;
4. Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli konsumen secara angsurang
.

       Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas atau yang pengungkapannya sulit dimengerti sebagai konsekuensinya setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha dalam dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana di atas telah dinaytakan batal demi hukum.
TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA
      Hukum tentang tanggung jawab produk ini termasuk dalam perbuatan melanggar hukum tetapi diimbuhi dengan tanggung jawab mutlak (strict liability), tanpa melihat apakah ada unsur kesalahan pada pihak pelaku. Dalam kondisi demikian terlihat bahwa adagium caveat emptor (konsumen bertanggung jawab telah ditinggalkan) dan kini berlaku caveat venditor (pelaku usaha bertanggung jawab).
      Tanggung jawab produk (product liability), menurut Hursh
    yang dimaksud dengan product liability adalah suatu tanggung jawab secara hukum dari orang atau badan yang menghasilkan suatu produk (producer, manufacture) atau dari orang atau badan yang bergerak dalam suatu proses untuk menghasilkan suatu produk (processor, assembler) atau orang atau badan yang menjual atau mendistribusikan produk tersebut.
   Di Amerika Serikat di berlakukan prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability principle).Dengan diterapkannya prinsip tanggung jawab mutlak ini, maka setiap konsumen yang merasa dirugikan akibat produk atau barang yang cacat atau tidak aman dapat menuntut kompensasi tanpa harus mempermasalahkan ada atau tidak adanya unsur kesalahan di pihak produsen.
      Alasan-alasan mengapa prinsip tanggung jawab mutlak (strtict liability) diterapkan dalam hukum tentang product liability adalah:
       a. Di antara korban/konsumen di satu pihak dan produsen di lain pihak, beban kerugian (resiko) seharusnya ditanggung oleh pihak yang memproduksi/mengeluarkan barang-barang cacat/berbahaya tersebut di pasaran;
       b. Dengan menempatkan/mengedarkan barang-barang di pasaran, berarti produsen menjamin bahwa barang-barang tersebut aman dan pantas untuk dipergunakan, dan bilamana terbukti tidak demikian, dia harus bertanggung jawab;
     c. Sebenarnya tanpa menerapkan prinsip tanggung jawab mutlak-pun produsen yang melakukan kesalahan tersebut dapat dituntut melalui proses penuntutan beruntun, yaitu konsumen kepada pedagang eceran, pengecer kepada grosir, grosir kepada distributor, distributor kepada agen, dan agen kepada produsen. Penerapan strict liability dimaksudkan untuk menghilangkan proses yang panjang ini.

      apapun alasannya, pelaku usaha harus bertanggung jawab apabila ternyata produk yang dihasilkannya cacat atau berbahaya. Informasi akurat dan lengkap merupakan hak konsumen. Apabila kewajiban ini tidak dipenuhi, maka sudah semestinya pelaku usaha dimintai pertanggungjwaban.



Di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 :

Pasal 19
Pasal 20
Pasal 21
Pasal 22
Pasal 23
Pasal 24
Pasal 25
Pasal 26
Pasal 27
Pasal 28


SANKSI
 Sanksi-sanksi Pelaku Usaha
      Sanksi Pelaku Usaha
               Sanksi Bagi Pelaku Usaha Menurut Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan       
       Sanksi konsumen
           Sanksi Perdata :
          · Ganti rugi dalam bentuk :
                      o Pengembalian uang atau
                       o Penggantian barang atau
                       o Perawatan kesehatan, dan/atau
                       o Pemberian santunan

         · Ganti rugi diberikan dalam tenggang waktu 7 hari setelah tanggal transaksi
         Sanksi Administrasi :
         maksimal Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah), melalui BPSK jika melanggar Pasal 19 ayat (2)            dan (3), 20, 25

         Sanksi Pidana :
         · Kurungan :
         o Penjara, 5 tahun, atau denda Rp. 2.000.000.000 (dua milyar rupiah) (Pasal 8, 9, 10, 13 ayat (2), 15, 17 ayat (1) huruf a, b, c, dan e dan Pasal 18
          o Penjara, 2 tahun, atau denda Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah) (Pasal 11, 12, 13 ayat (1), 14, 16 dan 17 ayat (1) huruf d dan f

         * Ketentuan pidana lain (di luar Undang-undang No. 8 Tahun. 1999 tentang Perlindungan Konsumen) jika konsumen luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian
         * Hukuman tambahan , antara lain :
       o Pengumuman keputusan Hakim
       o Pencabuttan izin usaha;
       o Dilarang memperdagangkan barang dan jasa ;
       o Wajib menarik dari peredaran barang dan jasa;
       o Hasil Pengawasan disebarluaskan kepada masyarakat .

HAK CIPTA


             PENGERTIAN HAK CIPTA



  Hak cipta adalah hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengatur penggunaan hasil penuangan gagasan atau informasi tertentu. Hak cipta dapat juga memungkinkan pemegang hak tersebut untuk membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan.

       Hak cipta berlaku pada berbagai jenis karya seni atau karya cipta atau "ciptaan". Ciptaan tersebut dapat mencakup puisi, drama, serta karya tulis lainnya, film, karya-karya koreografis (tari, balet, dan sebagainya), komposisi musik, rekaman suara, lukisan, gambar, patung, foto, perangkat lunak komputer, siaran radio dan televisi, dan (dalam yurisdiksi tertentu) desain industri.

        Hak cipta merupakan salah satu jenis hak kekayaan intelektual, namun hak cipta berbeda secara mencolok dari hak kekayaan intelektual lainnya (seperti paten, yang memberikan hak monopoli atas penggunaan invensi), karena hak cipta bukan merupakan hak monopoli untuk melakukan sesuatu, melainkan hak untuk mencegah orang lain yang melakukannya.


         HUKUM YANG MENGATUR HAK CIPTA



Hukum hak cipta biasanya hanya mencakup ciptaan yang berupa perwujudan suatu gagasan tertentu dan tidak mencakup gagasan umum, konsep, fakta, gaya, atau teknik yang mungkin terwujud atau terwakili di dalam ciptaan tersebut..
    Di Indonesia hak cipta diatur dalam Undang-undang Hak Cipta, yaitu, yang berlaku saat ini, Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002. Di Undang-undang tersebut, pengertian dari hak cipta adalah "hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku" (pasal 1 butir 1).


     SEJARAH HAK CIPTA




          Konsep hak cipta di Indonesia merupakan terjemahan dari konsep copyright dalam bahasa Inggris (secara harafiah artinya "hak salin"). Copyright ini diciptakan sejalan dengan penemuan mesin cetak. Sebelum penemuan mesin ini oleh Gutenberg, proses untuk membuat salinan dari sebuah karya tulisan memerlukan tenaga dan biaya yang hampir sama dengan proses pembuatan karya aslinya. Sehingga, kemungkinan besar para penerbitlah, bukan para pengarang, yang pertama kali meminta perlindungan hukum terhadap karya cetak yang dapat disalin.
      Awalnya, hak monopoli tersebut diberikan langsung kepada penerbit untuk menjual karya cetak. Baru ketika peraturan hukum tentang copyright mulai diundangkan pada tahun 1710 dengan Statute of Anne di Inggris, hak tersebut diberikan ke pengarang, bukan penerbit. Peraturan tersebut juga mencakup perlindungan kepada konsumen yang menjamin bahwa penerbit tidak dapat mengatur penggunaan karya cetak tersebut setelah transaksi jual beli berlangsung. Selain itu, peraturan tersebut juga mengatur masa berlaku hak eksklusif bagi pemegang copyright, yaitu selama 28 tahun, yang kemudian setelah itu karya tersebut menjadi milik umum.



HAK TERCANTUM DALAM HAK CIPTA

Hak eksklusif
Beberapa hak eksklusif yang umumnya diberikan kepada pemegang hak cipta adalah hak untuk:
  • membuat salinan atau reproduksi ciptaan dan menjual hasil salinan tersebut (termasuk, pada umumnya, salinan elektronik),
  • mengimpor dan mengekspor ciptaan,
  • menciptakan karya turunan atau derivatif atas ciptaan (mengadaptasi ciptaan),
  • menampilkan atau memamerkan ciptaan di depan umum,
  • menjual atau mengalihkan hak eksklusif tersebut kepada orang atau pihak lain.
      Yang dimaksud dengan "hak eksklusif" dalam hal ini adalah bahwa hanya pemegang hak ciptalah yang bebas melaksanakan hak cipta tersebut, sementara orang atau pihak lain dilarang melaksanakan hak cipta tersebut tanpa persetujuan pemegang hak cipta.
     Di Indonesia, hak eksklusif pemegang hak cipta termasuk "kegiatan menerjemahkan, mengadaptasi, mengaransemen, mengalihwujudkan, menjual, menyewakan, meminjamkan, mengimpor, memamerkan, mempertunjukkan kepada publik, menyiarkan, merekam, dan mengkomunikasikan ciptaan kepada publik melalui sarana apapun"


Hak ekonomi dan hak moral
   
    Secara umum, hak moral mencakup hak agar ciptaan tidak diubah atau dirusak tanpa persetujuan, dan hak untuk diakui sebagai pencipta ciptaan tersebut.
         Hak cipta di Indonesia juga mengenal konsep "hak ekonomi" dan "hak moral". Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan, sedangkan hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku (seni, rekaman, siaran) yang tidak dapat dihilangkan dengan alasan apa pun, walaupun hak cipta atau hak terkait telah dialihkan. Hak moral diatur dalam pasal 24–26 Undang-undang Hak Cipta.



Asosiasi Hak Cipta di Indonesia

Asosiasi Hak Cipta di Indonesia antara lain
  • KCI : Karya Cipta Indonesia
  • ASIRI : Asosiasi Industri Rekaman Indonesia
  • ASPILUKI : Asosiasi Piranti Lunak Indonesia
  • APMINDO : Asosiasi Pengusaha Musik Indonesia
  • ASIREFI : Asosiasi Rekaman Film Indonesia
  • PAPPRI : Persatuan Artis Penata Musik Rekaman Indonesia
  • IKAPI : Ikatan Penerbit Indonesia
  • MPA : Motion Picture Assosiation
BSA : Bussiness Software Assosiation

Ciptaan yang dapat dilindungi

    Ciptaan yang dilindungi hak cipta di Indonesia dapat mencakup misalnya buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, ceramah, kuliah, pidato, alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan, lagu atau musik dengan atau tanpa teks, drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, pantomim, seni rupa dalam segala bentuk (seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan), arsitektur, peta, seni batik (dan karya tradisional lainnya seperti seni songket dan seni ikat), fotografi, sinematografi, dan tidak termasuk desain industri (yang dilindungi sebagai kekayaan intelektual tersendiri). Ciptaan hasil pengalihwujudan seperti terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai (misalnya buku yang berisi kumpulan karya tulis, himpunan lagu yang direkam dalam satu media, serta komposisi berbagai karya tari pilihan), dan database dilindungi sebagai ciptaan tersendiri tanpa mengurangi hak cipta atas ciptaan asli (UU 19/2002 pasal 12).



Jangka waktu perlindungan hak cipta

         Hak cipta berlaku dalam jangka waktu berbeda-beda dalam yurisdiksi yang berbeda untuk jenis ciptaan yang berbeda. Masa berlaku tersebut juga dapat bergantung pada apakah ciptaan tersebut diterbitkan atau tidak diterbitkan. Di kebanyakan negara di dunia, jangka waktu berlakunya hak cipta biasanya sepanjang hidup penciptanya ditambah 50 tahun, atau sepanjang hidup penciptanya ditambah 70 tahun. Secara umum, hak cipta tepat mulai habis masa berlakunya pada akhir tahun bersangkutan, dan bukan pada tanggal meninggalnya pencipta.
Di Indonesia, jangka waktu perlindungan hak cipta secara umum adalah sepanjang hidup penciptanya ditambah 50 tahun atau 50 tahun setelah pertama kali diumumkan atau dipublikasikan atau dibuat, kecuali 20 tahun setelah pertama kali disiarkan untuk karya siaran, atau tanpa batas waktu untuk hak moral pencantuman nama pencipta pada ciptaan dan untuk hak cipta yang dipegang oleh Negara atas folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama (UU 19/2002 bab III dan pasal 50).



 Penegakan hukum atas hak cipta
     
               Penegakan hukum atas hak cipta biasanya dilakukan oleh pemegang hak cipta dalam hukum perdata, namun ada pula sisi hukum pidana. Sanksi pidana secara umum dikenakan kepada aktivitas pemalsuan yang serius, namun kini semakin lazim pada perkara-perkara lain.
       Sanksi pidana atas pelanggaran hak cipta di Indonesia secara umum diancam hukuman penjara paling singkat 1 bulan dan paling lama 7 tahun yang dapat disertai maupun tidak disertai denda sejumlah paling sedikit 1 juta rupiah dan paling banyak 5 miliar rupiah, sementara ciptaan atau barang yang merupakan hasil tindak pidana hak cipta serta alat-alat yang digunakan untuk melakukan tindak pidana tersebut dirampas oleh Negara untuk dimusnahkan (UU 19/2002 bab XIII).






sumber :http://id.wikipedia.org/wiki/Hak_cipta