Menurut Pasal 1 angka 1 UU No. 37 Tahun 2004 kepailitan adalah sita umum terhadap semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh seorang kurator dibawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana yang diatur oleh Undang-undang. Kartono sendiri memberikan pengertian bahwa kepailitan adalah sita umum dan eksekusi terhadap semua kekayaan debitor untuk kepentingan semua kreditornya.
Sejarah Dan Perkembangan Aturan Kepailitan Di Indonesia
Masuknya aturan-aturan kepailitan di
Indonesia sejalan dengan masuknya "Wetboek Van Koophandel "(KUHD) ke Indonesia.Hal tersebut dikarenakan Peraturan-peraturan mengenai Kepailitan
sebelumnya terdapat dalam Buku III KUHD. Tetapi pada akhirnya aturan tersebut dicabut dari KUHD dan
dibentuklah suatu aturan kepailitan yang baru yang berdiri sendiri.
Aturan
mengenai kepailitan tersebut disebut dengan Failistment Verordenning yang
berlaku berdasarkan Staatblaads No. 276 Tahun 1905 dan Staatsblaad No. 348
Tahun 1906. Failisment Verordenning memilik banyak arti yang sangat beragam. Ada
yang mengartikan kata-kata ini dengan Peraturan-peraturan Kepailitan(PK),dan
masih banyak lgi menurut para ahli.
Undang-Undang
Kepailitan peninggalan pemerintahan Hindia Belanda ini berlaku dalam jangka
waktu yang relatif lama yaitu dari Tahun 1905 -1998 atau berlangsung selama 93
Tahun.Pada tahun 1998 dimana Indonesia sedang diterpa krisis moneter yang
menyebabkan banyaknya kasus-kasus kepailitan terjadi secara besar-besaran
dibentuklah suatu PERPU No. 1 tahun 1998 mengenai kepailitan sebagai pengganti
Undang-undang Kepailitan peninggalan Belanda.Tetapi isi
atau substansi dari PERPU itu sendiri masih sama dengan aturan kepailitan
terdahulu. Selanjutnya PERPU ini diperkuat kedudukan hukumnya dengan
diisahkannya UU No. 4 Tahun 1998.Selanjutnya dibentuklah Produk hukum yang
baru mengenai Kepailitan yaitu dengan disahkannya UU No. 37 Tahun 2004 Tentang
Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran sebagai pengganti UU No. 4 tahun
1998.
Syarat-Syarat dalam Mengajukan Permohonan PailIT\
HJYJ
- Terdapat Lebih dari satu Kreditor,
adapun dapat dikatakan lebih dari satu Hutang.
- Dari Hutang-utang tersebut
terdapat salah satu Hutang yang sudah Jatuh Tempo dan Dapat Ditagih.
Pihak pihak
yang mengajukan pailit
1. Pihak Debitor itu sendiri
2. Pihak Kreditor
3.
Jaksa, untuk kepentingan umum
4.
Dalam hal Debitornya adalah Bank, maka pihak yang
berhak mengajukan permohonan pailit adalah Bank Indonesia
5.
Dalam hal Debitornya adalah Perusahaan Efek,
Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan
Penyelesaian, maka pihak yang hanya dapat mengajukan permohonan pailit adalah
Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM)
Dalam hal Debitornya adalah Perusahaan Asuransi,
Perusahaan Re-Asuransi, Dana Pensiun, dan BUMN yang bergerak di bidang
kepentingan Publik maka pihak yang mengajukan adalah Mentri Keuangan
Pengaturan mengenai kepailitan di Indonesia memiliki
ketentuan sebagai berikut:
- UU No. 37 Tahun 2004 Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran;
- UU No. 40 Tahun 2007 Perseroan Terbatas
- UU No. 4 Tahun 1996 Hak
Tanggungan
- UU No. 42 Tahun 1992 Jaminan Fiducia
- Pasal- Pasal yang Terdapat Dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW) yaitu Pasal 1131-1134.
- Dan beberapa Undang-Undang Lainnya
yang mengatur Mengenai BUMN (UU No.19 Tahun 2003), Pasar Modal( UU No. 8
Tahun 1995), Yayasan (UU No.16 Tahun 2001 ) , Koperasi (UU No. 25 Tahun
1992)
Sumber :
http://hukum-area.blogspot.com/2009/11/hukum-kepailitan-pengantar.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar